Total Pageviews

Thursday, October 6, 2011

PENYELESAIAN SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK (STUDI KASUS DUA KELINCI DAN GARUDA FOOD)

A. 1 PENDAHULUAN
A. 1 LATAR BELAKANG
Perkembangan industri dan perdagangan tersebut secara tidak langsung menyebabkan dunia usaha menjadi arena persaingan bisnis yang ketat dan selektif. Keberadaan teknologi modern yang mampu mempersingkat jarak waktu, membuat negara-negara di dunia seakan menjadi satu, dan dibidang perdagangan menyebabkan saling ketergantungan serta saling mempengaruhi.
Dunia industri dan perdagangan nasional menunjukan berbagai gejala persaingan perebutan pasar yang tidak sehat, tidak simpatik, serta tidak mengindahkan nilai-nilai etis dalam perdagangan. Keadaan ini sering kali bukan hanya merugikan produsen, tetapi juga merugikan masyarakat luas khususnya konsumen. Disinilah merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memegang peranan yang amat penting di dalam mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Merek merupakan salah satu komponen hak kekayaan intelektual yang perlu mendapat perhatian khusus. Pelanggaran atau perilaku menyimpang dibidang merek akan selalu terjadi. Hal ini berkaitan dengan perilaku bisnis yang curang yang menghendaki persaingan (competitive) dan berorientasi keuntungan (profit oriented), sehingga membuka potensi aktivitas bisnis yang curang atau melanggar hukum, dan motivasi seseorang melakukan pelanggaran merek terutama adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan di dalam praktek bisnisnya
Merek sebagai identitas dari suatu merek akan merujuk pada kualitas (mutu) dan harga terhadap suatu produk barang dan atau jasa yang telah dibentuk oleh pemiliknya. Sedangkan pengertian merek dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, memberikan suatu definisi tentang merek yaitu Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Melalui merek, masyarakat sebagai konsumen akan dengan mudah mengenali suatu produk perusahaan tertentu. Merek biasanya dicantumkan pada barang atau pada kemasan atau bungkus barang yang dijual atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang terkait pada jasa yang dijual.
Pemasaran dari suatu produk barang dan jasa tidak terbatas pada suatu Negara, akibatnya suatu merek produk barang dan jasa yang berkualitas akan menjadi trend dan digemari secara umum. Hal tersebut memberikan dampak yang negatif berupa makin banyaknya peniruaan dan penjiplakan yang secara jelas tidak mencerminkan perdagangan moderen yang menekankan adanya suatu persaingan, tetapi persaingan yang sehat, persaingan yang kompetitif.
Indonesia saat ini telah mempunyai Undang-undang Merek terbaru yaitu Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2001 Undang-Undang merek baru ini merupakan penyempurnaan dari undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997. Dengan undang-undang merek baru ini terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk memahami dan selanjutnya untuk dilaksanakan. Dalam hal ini ketentuan--ketentuan dalam undang-undang merek lama, yang substansinya tidak diubah, dituangkan kembali dalam undang-undang Nomor.15 tahun 2001.
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Merek yang telah ada sebelumnya memberikan penegasan bahwa apabila terjadi suatu sengketa terhadap suatu merek terdaftar maka gugatan pembatalan pendaftaran merek tersebut dapat diajukan pada Pengadilan Niaga.
Pada kasus sengketa merek antara Dua Kelinci dan Garuda Food yang terjadi pada bulan juni 2007. Kedua perusahaan makanan itu memperebutkan nama “Katom” sebagai merek produk kacang atom yang diproduksi kedua perusahaan itu. Garudafood yang merasa didahului Dua Kelinci untuk mendaftarkan merek itu ke Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI), menggugat Dua Kelinci di Pengadilan Niaga Semarang .
Garudafood baru mendaftarkan merek “Katom” ke Ditjen HaKI pada 30 Maret 2004. Pada proses pemeriksaan ternyata ditemukan merek yang sama yang telah didaftarkan terlebih dahulu oleh Dua Kelinci pada tanggal 16 Maret 2004. Sertifikat pendaftaran merek KATOM yang dilakukan Dua Kelinci itu, dikeluarkan Dirjen HaKI pada 19 September 2005. Sebagai pemilik sekaligus pemakai pertama dari merek KATOM itu, maka keluarnya sertifikat pendaftaran merek atas nama Hadi Sutiono, jelas sangat merugikan bisnis Garudafood. Karena itulah Garudafood kemudian menggugat Hadi di Pengadilan Niaga Semarang. Dalam gugatannya disebutkan, bahwa Hadi telah mendaftarkan merek KATOM dengan iktikad tidak baik. Alasan dari gugatan itu karena Garudafood adalah pemilik dan pemakai pertama.
Pada sengketa kasus di atas maka penulis ingin mengetahui implementasi Undang-Undang No.15 Tahun 2001 atas penyelesaian hukum terhadap sengketa pembatalan pendaftaran merek antara dua kelinci dan garudafood,
A. 2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara garuda food dan dua kelinci ?
2. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara garuda food dan dua kelinci ?
3. Apakah yang menjadi pertimbangan hakim pada Pengadilan Niaga Semarang pada Putusan No.05/HAKI/M/2007/PN.NIAGA SMG menggunakan sistem deklaratif sehingga bertentangan dengan UU No.15 tahun 2001 yang menggunakan sistem Konstitutif ?
A. 3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara garuda food dan dua kelinci
2. Mengetahui penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara garuda food dan dua kelinci
3. Mengetahui pertimbangan hakim pada Pengadilan Niaga Semarang pada Putusan No.05/HAKI/M/2007/PN.NIAGA SMG menggunakan sistem deklaratif sehingga bertentangan dengan UU No.15 tahun 2001 yang menggunakan sistem Konstitutif



A. 4 Tinjauan Pustaka

Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, memberikan suatu definisi tentang merek yaitu Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Bila dilihat dari batas yuridis yang telah diberikan oleh Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut, dapat diambil unsur-unsur merek sebagai berikut :
a. adanya tanda berupa gambar atau nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari semuannya;
b. adanya daya pembeda atau ciri khas tertentu;
c. digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Pemberian merek suatu merek bagi suatu barang dan jasa bila di perhatikan lebih lanjut ridak hanya bermanfaat dan berguna bagi pemilik merek atau produsen, tetapi juga bagi konsumen sebagai pemakai dari barang atau jasa tersebut. Pemberian dari suatu merek bertujuan yaitu untuk:
a. menjamin kepada konsumen bahwa barang yang dibelinya itu dari perusahaan;
b. untuk menjamin mutu barang;
c. untuk memberi nama
d. memberi perlindungan kepada pemilik merek yang sah yang ditiru orang lain untuk barang yang bermutu rendah.
Merek yang telah terdaftar juga dapat berakhir yang disebabkan oleh berakhirnya jangka waktu dari merek tersebut dan tidak diperpanjang lagi, penghapusan pendaftaran merek, serta pembatalan merek.
Mengenai penghapusan merek yang telah terdaftar pada Direktorat Jendaral HKI dari Daftar Umum Merek dapat dilakuakan dengan dua cara :
1. Atas prakarsa Direktorat Jendaral HKI
2. Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan.
Hal ini seperti yang tercantum pada Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menegaskan bahwa : “Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jendaral atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan”
Pembatalan merek terdaftar yang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek terdaftar, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jendral HKI maupun gugatan kepada Pengadilan Niaga. Pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 68 sampai dengan 72 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dimungkinkan bagi pemilik merek terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata di dalam penyelesaian suatu sengketa merek pada Pengadilan Niaga, merupakan suatu konsekuensi dari perlindungan hukum hak ats merek yang diberikan oleh Undang-undang 15 Tahun 2001 tentang merek. Pemilik merek terdafar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata baik berupa ganti rugi jika mereknya dipergunakan pihak lain tanpa seizing darinya, juga penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Hal ini terdapat pada Pasal 76 undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang berbunyi :
1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa:
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.
2) Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi pada Pengadilan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 juga mengatur penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi. Yang terdapat pada Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek bahwa: “Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa”.
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) di Indonesia tidakmmudah dilaksanakan meskipun masyrakat tradisional kita memiliki akar budaya (cultural roots) penyelsaian secara musyawarah untuk mencapai mufakat (peaceful deliberations) dan pola penyelesaian sengketa ‘menang-menang ‘ ( win win solution ).
A. 5 Metode Penelitian
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Istilah ”pendekatan” adalah sesuatu hal (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan. ”pendekatan normatif” dimaksudkan sebagai usaha mendekatkan masalah yang diteliti dengan sifat hukum normatif. Pendekatan normatif meliputi asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi (penyesuaian) hukum, perbandingan hukum, yang berhubungan dengan penyelesaian hukum terhadap sengketa pembatalan pendaftaran merek antara dua kelinci dan garuda food.
Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Jadi metode pendekatan normatif, yaitu suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti bahan pustaka atau bahan data sekunder.
B. HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
B. 1. Terjadinya sengketa pembatalan pendaftaran merek antara garuda food dan dua kelinci

a. Alasan Gugatan Penggugat (PT.Garuda Food)

1) Sejarah perusahaan Penggugat yang secara bertahun-tahun Konsisten memproduksi dan memasarkan berbagai jenis makanan ringan
Asal usul Penggugat adalah PT Tunjung Putra Jaya yang bergerak dibidang kacang-kacangan yang dilapisi (roasted peanut) adapun jenis produk yang diproduksi pada waktu itu mencakup kacang lapis, kacang yang dilapisi telur dan kacang yang dilapisi madu tanpa penggunaan merek apapun. Karena adanya pertimbangan segi pemasaran dan penjualan yang mengakibatkan suatu produk dengan merek tertentu tidak dapat terlalu lama “didiamkan” sambil menunggu tuntasnya pendaftaran merek yang bersangkutan, Penggugat telah secara aktip memproduksi serta mempromosikan merek KATOM agar Penggugat tidak kehilangan kesempatan yang tepat untuk mempromosikan serta menjual produk dengan merek tersebut.
. Upaya untuk memproduksi dan serta memasarkan terhadap khalayak ramai akan sebutan “kacang atom” dilakukan penggugat dengan intensif melalui perikalan baik dari media cetak maupun elektronik. Pada tahun 1995 Penggugat secara konsisten memproduksi serta memasarkan “KATOM” di dalam berbagai jenis makanan dan minuman ringan di seluruh wilayah Indonesia hingga ke berbagai negara asing
Berdasarkan keterangan di atas maka jelas Penggugat merupakan suatu perusahaan yang lama, berpengalaman dan dipercaya dalam memproduksi serta menjual berbagai makanan kecil dan minuman ringan yang berkaulitas. Prestasi dan good will yang telah dicapai oleh penggugat melalui kerja keras, dedikasi dan kreatifitas yang dibangun selama bertahun-tahun dengan investasi besar
Penciptaan merek Katom oleh Penggugat berawal dari pemakaian kata-kata “kacang atom” yang disingkat “KATOM “oleh Penggugat kepada jenis makanan kecil dari kacang tanpa kulit yang dilapisi adonan tepung yang berwarna putih yang digoreng. Bentuk akhir dari produk ini adalah bulat-bulat menyerupai kelereng-kelereng berwarna putih. Yang kemudian diikuti dengan produksi serta promosi yang gencar oleh Penggugat maka dapat ditarik kesimpulan Penggugatlah pencetus pertama/pemilik pertama first user dari merek KATOM untuk makanan ringan khususnya kacang-kacangan.

2) Penggugat adalah pemilik sah merek KATOM yang sudah dikenal khalayak ramai

Kesuksesan Penggugat atas penjulan produk KATOM dalam bentuk makananringan member harapan besar dan keyakinan kuat bagi Penggugat untuk memperoleh kesuksesan yang sama kalu tidak lebih besar produksi serta penjualn produk KATOM untuk jenis barang dalam kelas 29 yang akan berarti Penggugat dapat lebih memberikan damapk positif bagi Negara maupun khalayak ramai.
Gencarnya kegiatan promosi produk KATOM dilakukan Penggugat melalui media elektronik, Melalui media billboard (papan reklame) di beberapa lokasi di sekitar kedudukan Penggugat dan tempat tinggal Tergugat di pati untuk mengiklankan produk KATOM miliknya. Maka hal ini melengkapi kebenaran fakta yang tidak dapat dibantah bahwa merek KATOM milik Penggugat adalah merek yang sudah dikenal.

3) Merek Tergugat mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan merek KATOM milik Penggugat untuk sejenis (Pasal 6 ayat (1) UUM 2001

Merek dagang milik Tergugat yang terdaftar dengan No.000051457 tertanggal 16 Maret 2004 dalam Kelas 29 tentang makanan ringan sangat jelas dan nyata, baik secara visual maupun lafal, mempunyai persamaan pada keseluruhannya dengan merek Penggugat
Adanya fakta maka merek Tergugat telah memenuhi ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Merek 2001 yang berbunyi :
Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila Merek tersebut:
a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;
c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi- geografis yang sudah dikenal

4) Tergugat telah mendaftarkan mereknya berdasarkan itikad tidak baik (Pasal 4 UUM 2001)
Tergugat meniru buah pikir, kreasi serta hasil kerja keras penggugat yang tealh dibina selama bertahun-tahun dengan biaya yang tidak murah, tidak tanggung jawab, tergugat meniru merek KATOM milik penggugat secara keseluruhan sehingga hal ini merupakan suatu siavish imitation/slaafse nabostising (penjiplakan bulat-bulat. Berdasarkan adagium pirate Non Mutat Dominum yang berarti pembajakan tidak mempunyai title yang sah/hak atas barang yang dikuasai. Maka merek KATOM milik Tergugat sampai kapanpun tidak dapat diakui secara hukum sebagai miliknya oleh karena telah didaftarkan dengan itikad tidak baik dengan maksud membonceng merek pihak lain yang sudah dikenal masyarakat.
Itikad tidak baik juga akan timbul jika seseorang telah memakai suatu merek dalam periode sebelumnya, tetapi memilih tidak mendaftarkan merek tersebut, jika sesorang tersebut dapat menimbulkan bahwa dia sudah menggunakan merek, usaha mendaftarkan merek tersebut oleh oranglain dapat dicegah dengan menyebut usaha tadi sebagai itikad tidak baik
5) Beberapa Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Makhamah Agung R.I yang mengabulkan gugatan pembatalan merek yang diajukan oleh pemilik sekaligus pemakai pertama dari suatu merek walaupun belum terdaftar sama sekali
Dalam hal cara penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Penggugat (PT.Garuda Food Putra Putri Jaya) dan Tergugat (PT. Dua Kelinci) mengikuti beberapa Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Makhamah Agung R.I yang mengabulkan gugatan pembatalan pendaftaran merek yang diajukan oleh pemilik sekaligus pemakaian pertama (first user) dari suatu merek walaupun merek belum terdaftar sama sekali, dengan alasan adanya itikad baik, sebagai contoh kasus :
- Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat N0. 10/ MEREK / 2002/ PN. NIAGA. JKT.PST tanggal 4 juni 2002 dalm perkara antara PT. Merdeka Jaya Sentosa melawan PT Gumas Agung dan Direktorat Merek mengenai sengketa merek “KRESNATEL”
- Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 69/ MEREK/2004 . PN. NIAGA. JKT. PST tanggal 15 Februari 2005 dalam perkara antara Bambang Susanto melawan Jaealani dan direktorat merek mengenai sengketa merek “22 D DAMAI”
- Putusan Mahkamah Agung RI No. 027 K/ N/ HaKI/ 2005 tanggal 25 Oktober 2005 dalam perkara Azwari Rivai dan H. Anwar sutab Rajo Nan Sati dan Direktorat Merek mengenai Sengketa Merek “SARI BUNDO”
Adanya beberapa putusan-putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Makhamah Agung R.I yang memenangkan perkara pemilik merek pertama (first user) tersebut di atas menjadi pertimbangan majelis hakim pada Pengadilan Niaga Semarang untuk menyelesaikan sengketa merek antara PT.GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA dengan PT.DUA KELINCI (HADI SUTIONO)
b. Jawaban Tergugat (PT. Dua Kelinci)
1) Kurang Pihak
Penggugat dalam gugatannya mendalilkan sebagai pemilik merek yang tidak terdaftar yang dapat mengajukan gugatan sebagaimana yang dimaksud ayat (2) Pasal 68, itikad tidak baik Tergugat dalam mendaftarkan mereknya yang sama secara keseluruhan dengan merek KATOM milik Pengggugat dan memasalahkan mengenai Sertifikat Merek yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jendaral Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana sertifikat Merek No. IDM000051456 atas nama Tergugat. Namun dalam gugatan Penggugat, pihak Direktorat Jendaral Kekekayanan intelektual sebagai pihak yang mengeluarkan sertifikat Merek tersebut tidak ikut digugat. Padahal secara yuridis berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 diterima tidaknya suatu permohonan Merek serta terbitnya sertifikat Merek tersebut tidak lepas dari peran direktorat Jendaral Hak Kekayaan Intelektual.
Dalam uraian di atas, bila dilihat secara garis besar telah memenuhi dan sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam UUM 2001, namun terdapat beberapa hal yang menurut penulis tidak sesuai atau tidak diterapkan, diantaranya tidak diwajibkannya Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) diikut sertakan sebagai pihak yang tergugat, karena Direktorat Jendaral Hak Kekayaan Intelektual melaksanakan isi putusan badan peradilan sebagaimna diatur dalam Pasal 70 ayat (3) ayat (2) dan 71 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek , ini menyebabkan tidaklah menyebabkan gugatan Penggugat kurang pihak, dan karena keberatan-keberatan mengenai hal tersebut dikesampingkan.


2) Gugatan Obscuur Libel (Gugatan Kabur)
Suatu gugatan kabur dapat dinilai atau dikatakan kabur, yakni antara lain posita (fundamentum petendi) tidak jelas dasar hukum kejadian yang mendasari gugatan, dan antara posita serta petitum tidak dirinci, yang harus dipedomani, yaitu dalam hal yang bertentangan antara posita dan petitum adalah manakala maksud petitum tidak berbeda dengan posita, maka tidak berakibat gugatan mengandung cacat obscuur libel.
Berdasarkan menutupi dan menyembunyikan fakta hukum karena Gugatan Penggugat menjadi tidak jelas dan kabur karena banyaknya fakta hukum yang tidak dikongkritisir dengan benar dan teratur (missing link) sebagai contoh kongkrit Penggugat sengaja menyembunyikan fakta hukum bahwa produk kacang atom yang dihasilkan dan diperdagangakan oleh Penggugat adalah dengan menggunakan merek dagang atau sub brand GARUDA bukan menggunakan merek dagang “KACANG ATOM” atau merek “KATOM”
Penggunaan kata “KACANG ATOM” dalam produk penggugat hanya bersifat informasi mengenai isi dari produk yang dihasilkan dan diperdagangkan oleh Penggugat dengan merek “GARUDA”, secara yuridis klasifikasi produk dan merek jelas berbeda, bahwa produk makanan yang dihasilkan oleh Penggugat adalah produk kacang atom, akan tetapi Penggugat menggunakan merek GARUDA, dengan produknya kacang atomnya yang disingkat dengan istilah KATOM, padahal secara yuridis merek KATOM adalah hak Eksklusif dari Tergugat.
c. Alasan Kasasi (Tergugat)
Keberatan-keberatan permohonan kasasi (dulu Tergugat) dapat dibenarkan, karena Pertimbangan hukum yang diberikan oleh Pengadilan Niaga Semarang judex factie salah menerapan hukum yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang dalam putusannya halaman 51 alenia 2 yang menyatakan menurut Majelis Hakim Direktorat Jendaral HAKI setelah berlakunya UU No. 15 Tahun 2001 tidak harus diikut sertakan sebagai pihak dalam perkara gugatan pembatalan, sehingga tidak digugatnya Dirjen HKI dalam perkara ini menyebakan kurang pihak. Karena secara yuridis berdasarkan Undang-Undang No.15 Tahun 2001 diterima tidaknya suatu permohonan Merek serta terbitnya Sertifikat Merek tersebut tidak terlepas dari peran Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual.
2. Pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Niaga Semarang dalam putusan halaman 53 alenia 5 yang menyatakan bukti P-1 sampai dengan P-14 dan P-15 sampai P-50 dimana penggugat masih memakai merek Kacang Atom Garuda dalam promosinya dengan nama KATOM pada oktober 2003 sampai dengan Februari 2004 berdasarkan bukti P-80 jo T-1 . Dimana pertimbangan Pengadilan Niaga Semarang yang demmikian salah dalam penerapan hukumnya karena Termohon kasasi secara tegas tercantum nama tema proyek pembuatan iklan tesebut adalah “proyek iklan televisi” Kacang Atom Garuda, dengan maksud berupa produk kacang atom dengan menggunakan merek dagang “GARUDA” sebagaimana surat ijin edar/persetujuan pendaftaran produk tersebut dari Badan POM RI bukan dengan menggunakan merek dagang “KATOM”. Secara yuridis terungkap fakta hukum bahwa Termohon kasasi/Penggugat telah memproduksi kacang atom dengan memakai/mencantumkan penulisan “KATOM” dalam kemasan sejak pertengahan 2005 setelah Pemohon kasasi/Tergugat memperoleh Hak Eksekutif dan perlindungan hukum atas merek KATOM (sejak tanggal 16 Maret 2004),
3. Pertimbangan Hakim Pengadilan Niaga semarang dalam pertimbangan hukum judex Facti pada halaman 55 alenia 2, yang menyatakan bahwa promosi yang genjar dilaksanaka dan diproduksi yang telah dipasarkan oleh Penggugat adalah dengan memakai merek KATOM yang diproduksi garuda food, pertimbangan ini sekaligus mempertimbangkan eksepsi Tergugat yang menyatakan kalau merek yang dipakai oleh Penggugat bukan merek KATOM tapi merek GARUDA, namun dari keterangan saksi-saksi yang menjual secara grosir dimana konsumen mengenai produksi Penggugat tersebut dengan merek KATOM.
4. Majelis hakim Pengadilan Niaga Semarang nyata-nyata telah salah dalam penerapan hukum, dimana majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang menerapkan Sistem Deklaratif dengan memberikan perlindungan terhadap pemakai pertama sedangakan, Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001, dimana merek menganut azas tunggal yaitu azas Konstitutif, dimana azas ini membawa era bam perlindungan merek berdasrkan doktrin “ filling system” di atas itu, ditegakkan prinsip “prior in filling” yang mengandung prinsip hukum ”prior in tempore,mettor injure” artinya Pendaftar pertama (the first to file) adalah apling unggul dan paling baerhak atas merek yang berrsangkutan, dengan demikian Pemohon Kasasi (Tergugat) adalah pemilik merek yang paling berhak atas merek KATOM untuk kelas barang dan jasa 29.
B. 2. Cara penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara garuda food dan dua kelinci

Penyelesaian sengketa merek adalah suatu proses yang di tempuh di dalam menyelesaian pertikaian, perselisihan atau konflik kepemilikan hak merek baik melalui jalur pengadilan (litigasi) dengan mengajukan gugatan perdata berupa ganti rugi kepada pengadilan jika mereknya digunakan pihak lain tanpa hak maupun melalui Alternatif Penyelesain Sengketa (APS) atau non litigasi, seperti yang digunakan oleh PT DUA KELINCI (HADI SUTIONO) dan PT.GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA dalam penyelesain sengketa merek dagang KATOM.
Pengadilan dipilih sebagai satu cara dalam proses penyelesaian sengketa di bidang merek yang sesuai dengan Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek khususnya di dalam penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek antara PT DUA KELINCI (HADI SUTIONO) dan PT.GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA yang diperiksa pada Pengadilan Niaga Semarang pada 22 April 2007 dalam surat gugatan tanggal 12 April 2007 dengan nomer register No.05/HAKI/M/2007/ PN.NIAGA.SMG dan Putusan Kasasi No. 032 K/PDT. SUS/2007 karena ada keberatan dari pihak Tergugat.
Alternatif penyelesaian sengketa juga dipilih oleh PT DUA KELINCI (HADI SUTIONO) dan PT.GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA Pada 3 Juli 2008 karena adanya hubungan bisnis antara kedua perusahan makanan ringan maka kedua belah pihak atas prakarsa pihak ketiga.



B. 3. Pertimbangan hakim pada Pengadilan Niaga Semarang pada Putusan No.05/HAKI/M/2007/PN.NIAGA SMG menggunakan sistem deklaratif sehingga bertentangan dengan UU No.15 tahun 2001 yang menggunakan sistem Konstitutif

Pendaftaran dalam UUM yang dinamakan Stesel Declaratip dan bukan yang Konstitutip, ini berarti bahwa bukan sesuatu pendaftaran yang menciptakan atau memberikan hak atas merek, sebaliknya memberikan hak atas sesuatu merek atau yang menciptakan hak atas merek ini adalah pemakai pertama di Indonesia. Ini terdapat pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang berbunyi :
“hak khusus untuk memakai suatu merek guna membudayakan barang-barang hasil perusahaan atau barang-barang perniagaan seseorang atau badan dari barang orang lain diberikan kepada barang siapa yang untuk pertama kali memakai untuk keperluan tersebut di Indonesia”.
Sifat dari pada pendaftaran hanya adalah diberikan sesuatu dugaan hukum (rechtsvermoeden) bahwa orang atas nama siapa sesuatu merek itu didaftarkan dianggap menurut hukum seolah-olah memang diakui sebagai pemakai pertama di Indonesia dan karenanya pemilik dari merek bersangkutan. Akan tetapi jika seseorang lain dapat membuktikan hak yang lebih kuat, maka dari pada sipendaftar ini menjadi kalah dan hak dari pihak ketiga itulah yang diakuli oleh hukum sebagai yang berhak atas suatu merek.
Pertimbangan Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga Semarang pada putusannya menggunakan sistem deklaratif pada putusannya karena pengguat untuk menentukan adanya itikad buruk serta adanya persamaan pada keseluruhannya antara merek KATOM milik Tergugat dan merek KATOM Pengguat telah mengajukan bukti tertulis serta 7 orang saksi dan satu orang saksi ahli dan berdasar Pasal 68 UUM 2001 gugatan pembatalan merek dapat didasarkan atas dasar sebagaimana dimaksud Pasal 4 , Pasal 5, Pasal 6 yang artinya dapat menggunakan alasan secara alternative maupun komulasi.
Adanya bukti-bukti dimana Penggugat telah gencar mempromosikan produk kacang dengan merek Kacang Atom yang disingkat KATOM sejak tahun 2003, dan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat berupa penjual grosir dan bagian periklanan dimana produk kacang dengan merek KATOM telah dipasarkan sejak tahun 2003 seperti pertimbangan hakim Pengadilan Niaga Semarang halaman 54 alenia 1, maka telah terbukti kalau Penggugat adalah pemakai pertama dari merek KATOM tersebut sebelum terguggat mendaftarkan merek KATOM.

C.PENUTUP
C.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasaan tentang penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara Dua kelinci dan garuda food, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Terjadinya sengketa para pihak Garuda Food dan Dua Kelinci yang disebabkan PT. GARUDA FOOD PUTRI JAYA, melakukan gugatan kepada HADI SUTIONO (DUA KELINCI) karena :

- Melanggar Undang-Undang No.15 Tahun 2001 yaitu Pasal 4 jo Pasal 6 ayat (1) UUM 2001 dan Penggugat adalah pemilik sah merek KATOM yang dikenal khalayak ramai (pemilik merek pertama)
- Penjelasan Pasal 4 jo Penjelasan Pasal 6 UUM 2001 pada Merek Tergugat mempunyai persamaan pada keseluruhan dengan merek KATOM milik Penggugat untuk barang yang sejenis
- Terguggat telah mendaftarkan mereknya berdasarkan itikad tidak baik, yang merupakan keterangan atas barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya yaitu keterangan makanan ringan Kelas 29 untuk dijadikan merek.

2. Penyelesaian perselisihan dan pelanggaran hak atas merek di Indonesia dapat melalui

- Penyelesaian sengketa di pengadilan (litigasi)
- Di luar pengadilan (non litigasai) yakni menggunakan sarana lembaga ADR (Alternatif Dispute Resolution), yaitu melalui tuntutan pidana ataupun tuntutan perdata
- Pada kasus cara penyelesaian sengketa pembatalan pendaftaran merek antara PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA dengan PT. DUA KELINCI (HADI SUTIONO) di Pengadilan Niaga Semarang
- Lembaga non litigasi yakni mediasi atas prakarasa pihak ke tiga setelah adanya putusan kasasi Makhamah Agung Republik Indonesia.

3. Pertimbangan hukum majelis Hakim Pengadilan Niaga di dalam penyelesain sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek, bila dilihat dari kasus antara PT. GARUDA FOOD PUTRA PUTRI JAYA dengan PT. DUA KELINCI :
- Secara garis besar telah memenuhi dan sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek.
- Terdapat kesalahan dalam penerapan hukumnya yang masih menggunakan sistem yang telah lama ditinggalkan yaitu sistem deklaratif bukan menggunakan sistem konstitutif sesuai dengan UUM 2001 dimana pendaftar pertama yang memperoleh hak atas merek bukan pemakai pertama yang memperoleh hak atas merek.
C.2 Saran

1. Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dimungkinkan adanya penyelesaian sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa sehingga perlu disosialisasikan terus menerus supaya para pihak yang bersengketa tidak perlu menyelesaikan sengketanya melalui gugatan di Pengadilan yang memerlukan waktu yang lama, jadi dengan dipergunakannya Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa bisa mengurangi tumpukan perkara di Pengadilan Niaga.

2. Perlu melakukan pembenahan institusi Pengadilan Niaga, khususnya kepada aparatur penegak hukum dalam hal ini Hakim pada Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang mempunyai kompentensi penyelesaian sengketa hak kekayaan intelektual untuk lebih dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari para hakim itu sendiri, sehingga diharapkan pembenahan sistem Pengadilan Niaga ini nantinya akan meningkatkan mutu atau kualitas putusan pengadilan terhadap sengketa hukum merek yang mampu menjawab rasa keadilan dan memunculkan hakim-hakim yang profesional dan tentunya memberikan hasil yang maksimal pada putusannya.

D. DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ardian Sutedi, Hak atas Kekayaan Intelektual.,Jakarta, Sinar Grafika, 2009
.
Esmi Warassih, 2005 Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis,Suryandaru Utama. Semarang.
Etty Susilowati, Hak kekayaan Intelektual,Bunga Rambai, Undip Press 2002

Elijana S.., Pengadilan Niaga, Pelaksanaan dan Dampaknya, dalam buku: Rudhy A. Lontoh, dkk
Gatot Supramono, 2007, Kedududkan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Perkara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta
_______________________, 2008 Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia.

Lee A Weng, Tinjauan Pasal demi Pasal (Faillissments-Verordening) S.1905 No.217 jo S.1906 No.348 Jis Perpu No.1 Tahun 1998 dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1998
Pratasius Daritan, 1975, Hukum Merek dan Persengketaan Merek di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti.
Prakoso Djoko, 1987, Perselisihan Hak Atas Merek di Indonesia, Liberty, Yokyakarta
Rusli Muhammad, Potret Lembaga Peradilan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta
Satjipto Raharjo, Teori dan Metode dalam Sosiologi Hukum,(makalah dalam pertemuan ilmiah, Fakultas Hukum UII, Yokya karata 11 -12 Nov 1984)
Saidin, OK. 1995, Menggagas Peranan Daerah Dalam Menyongsong Era Liberalisasi Perdagangan/WTO, Makalah Seminar Sehari Fakultas Hukum – USU, Medan.
----------------, 1997, Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Globalisasi Menurut Persetujuan TRIP’s, Majalah Mahadi, FH-USU Medan, Edisi VI No. 04 Oktober.
----------------, 1998, Perubahan Undang-Undang Merek dan Persetujuan TRIP’s, Majalah Mahadi, FH-USU Medan, Edisi VII No. 04 Oktober.
Sri Redjeki Hartono, Hak Kekayaaan Intelektual Dalam Era Persaingan Pasar Bebas, Penerbit Undip, Agustus 2000
Soemodiredjo, Sugondo.1992 , Merek Perusahaan dan Penanggulangan Persaingan Curang dalam temu wicara Penanggulangan Persaingan Pembuatan Curang. Yokyakarta.
Soerjono Soekanto dan Siti Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, 1985, Jakarta : Rajawali Press.

------------------, 1995, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada.

Surat Kabar dan Majalah
Prasetyo Hadi Purwandoko.1999, Merek dan Perlindungan Hukumnya. Harian Umum Pos Kita,Solo 5 Oktober 1999
Koran Tempo, edisi 10 Juli 2008 Di unduh tanggal 18 November 2010
Senin, 14 Juli 2008 , 10:21:00 Garuda Food - Dua Kelinci Berdamai Bagi berita/artikel ini kepada rekan atau kerabat lewat Facebook di Unduh 7 Desember 2010.
Ibnu Puma, Menyambut Era HAKI, Harian Republika, 26 Nonember 1998.

Internet
http:/bhayusenoaji.wordpress.com/2008/07/13/tentang-atom
http://www.majalahtrust.com/hukum/hukum/1275.php
http://eprints.undip.ac.id/18401/1/Nina_Kasih_Puspita.pdf
http://chuwiechocho.blog.com/2009/11/24/pengertian-haki/

1 comment:

  1. trimksih mas .. ini bsa buat referensi saya

    ReplyDelete